Filsafat merupakan akar
dari seluruh ilmu yang ada, dari hasil pemikiran filsafat, dari hasil
pemikiran-pemikiran filsafat itulah muncul teori-teori yang sangat
bermanfaat bagi perkembangan kelimuan dan teknologi dijagat raya ini.
Kita
sudah begitu sering berfikir, rasa-rasanya berfikir beitu mudah.
Semenjak kita sudah biasa melakukannya. Setiap hari kita sudah berdialog
dengan diri kita sendiri, berdialog dengan orang lain, bicara, menulis,
membaca suatu uraian, mengkaji suatu tulisan, mendengarkan
penjelasan-penjelasan dan mencoba menarik kesimpulan-kesimpulan dari
hal-hal yang kita lihat dan kita dengar. Terus menerus seringkali hamper
tidak kita sadari.
LOGIKA INFERENSIAL
Mengenal Tiga Aksioma Logika Aristoteles
- Aksioma Pertama: Prinsip tidak ada jalan tengah. Prinsip ini dapat disebut juga prinsip ya atau tidak, mustahil kita berada di keduanya. Contohnya anda sedang membaca artikel ini atau Anda tidak sedang membacanya. Anda membaca tulisan ini, biarpun sambil mengantuk dan ogah-ogahan, secara de facto aktivitas membaca akan menggugurkan pilihan kedua.
- Aksioma Kedua: Prinsip nonkontradiktif. Prinsip ini mengatakan bahwa sesuatu tidak mungkin berlawanan pada waktu yang bersamaan. Prinsip ini masih merupakan ada kaitannya dengan Aksioma Pertama. Mustahil Anda sedang membaca artikel ini sekaligus, pada waktu yang bersamaan, juga tidak sedang membacanya. Atau mustahil anda sekarang berada di Jogja sekaligus anda berada di Jakarta pada waktu yang bersamaan.
- Aksioma Ketiga: Prinsip Identitas. Sebuah benda atau entitas adalah sama dengan dirinya sendiri. Seorang manusia bernama Murod adalah seorang manusia (sori buat Murod, gua ngambil nama lo, sengaja sih, hehe)
(sumber:klik disini )
Nurani, Sesuatu yang Tercahayai Nur Allah
Pada QS. An-Nuur [24]:35 Allah mendiskripsikan Diri-Nya:
“Allah cahaya langit dan bumi…(Allahu Nur as-samawaat wa al-ardh-i…)”
Dalam diri kita terdapat sesuatu yang dinisbatkan/disandarkan juga pada an-Nur (Cahaya) Allah ini, yaitu hati nurani (hati yang tercahayai Nur Allah) serta akal budi (akal yang digunakan untuk mengabdi kepada Allah).
Sesungguhnya perkara fakultas diri kita yang Allah rahmati dengan
Nur-Nya ini, merupakan suatu perkara yang sangat penting dalam hidup
kita.
Dari sinilah misteri kehidupan kita sebagai ciptaan digelar…seluruh
rahasia ketetapan-Nya (qodho) dan kadar-Nya (qodar) bisa dimengerti
dengan sempurna kalau hidup kita senantiasa mengikuti suara hati nurani
dan akal budi.
Kedua fakultas diri yang tercahayai Nur Allah (Hati Nurani dan akal
budi) inilah yang menjadi sasaran dari penyakit-penyakit hati.
Penyakit-penyakit hati tersebut senantiasa berusaha agar suara nurani
dan akal budi kita melemah dan tidak kita ikuti.
- Penyakit itu bisa berupa merasa diri kita besar sehingga tidak melihat Kebesaran Allah dan kita menganggap kecil lalu meremehkan orang lain (Kibir/sombong).
- Atau pikiran kita tidak mampu melihat keutamaan dalam qodho dan qodar-Nya sehingga kita lebih mudah berprasangka-buruk (su’u dzon) terhadap kehidupan kita.
- Atau lisan atau tulisan kita sebagai ekspresi dari olah pikir kita yang mudah berpikiran negatif terhadap segala sesuatu, lisan dan atau tulisan kita cenderung menyakiti orang lain.
- Atau ketidak-mampuan kita melihat Keadilan Allah dalam mengatur rizki para hamba-Nya sehingga kita hasud/iri dengki kepada orang lain.
- Ataukah diri kita tertutup dari kesadaran bahwa kelebihan yang kita miliki hanyalah pinjaman dari-Nya sehingga kita ‘ujub/ta’jub dengan kemampuan diri.
- Atau mungkin kita lalai bahwa Yang Maha terpuji adalah Allah sehingga kita riya’ (ingin dipuji dalam amal kita).
- Atau kita terlena dengan kesenangan dunia yang menipu dan sementara, sehingga kita mengabaikan mencari bekal akhirat bahkan rakus/thoma’ dengannya.
- Dan berbagai “virus” lainnya.
a. Mengakui secara jujur terhadap diri-sindiri, bahwa kita menderita penyakit-penyakit tersebut, kemudian bertaubat serta memohon pertolongan Allah yang diiringi berjuang untuk terapi penyembuhannya.
b. Membaca Al-Quran, mentafakuri kandungan lahir-batinnya serta mengamalkannya.
c. Membiasakan Dzikrullah di setiap saat, setiap tempat, setiap sikon kita.
d. Membiasakan Shalat Malam dan munazat kepada Allah.
e. Membiasakan Shaum.
f. Membiasakan membaca dan mengamalkan shalawat Nabi saw., serta membangun jalinan batin dengan beliau saw.
g. Meluangkan atau memprioritaskan jadwal bergaul dengan orang-orang shalih, seminimalnya orang yang lebih shalih dari pada kita.
h. Memberikan manfaat kepada kaum dhuafa(lemah), baik dhuafa materi, dhuafa iman, dhuafa ilmu, dhuafa akhlak mulia, dsb.
i. Dzikrul Maut sesering-seringnya.
j. Melayani sesama dalam hal ketakwaan.
k. Menambah ilmu dan wawasan tentang perihal penyakit-penyakit tersebut.
Yang terpenting adalah dalam terapi itu semuanya, hendaknya kita mulai dari hal yang paling mudah kita mengerjakannya secara ikhlas (lillahi Ta’ala).
Demikian terapi diri-kita sendiri ini. Semoga bermanfaat dan Allah rahmati.
Sekiranya ada sahabat yang berkenan mengoreksi atau menyempurnakannya, saya sangat berterima-kasih.
Wallahu a’lam bishshawwab.[]
Sumber Tulisan:
http://triboedihermawan.com/2011/08/08/nurani-sesuatu-yang-tercahayai-nur-allah-dan-penyakitnya/#more-414
sajak pertemuan mahasiswa
ws. rendra
Ucapan Terima Kasih